Budaya baca harus terus tumbuh di negeri ini. Tanpa terkecuali di daerah perkampungan. Data-data hasil penelitian yang menyatakan bahwa budaya membaca masyarakat Indonesia masih rendah, hendaknya menjadi perhatian serius semua pihak, bukan hanya pemerintah. Jika kita mengidam-idamkan kemajuan pendidikan, maka salahsatu pondasi awal yang harus dibangun adalah kemampuan membaca masyarakat. Bukankah membaca merupakan jantungnya pendidikan? Lalu bagaimana mugkin pendidikan yang bermutu bisa terwujud tanpa dilandasi budaya membaca yang mumpuni? Sebagai komunitas yang menasbihkan diri bergerak dalam bidang literasi, maka kami mencoba memeras kepala guna melahirkan konsep yang bermuara pada usaha peningkatan budaya baca masyarakat sekitar. Lebih lanjut, salahsatu jalan yang bisa kami lakukan dan kami yakini efektif adalah dengan terjun langsung ke kampung-kampung melalui Gerakan Kampung Membaca. Mula-mula mengajak masyarakat membaca, menemaninya membaca, lalu kemudian mendekatkkan fasilitas membaca kepada mereka, meski mungkin hanya sealakadarnya. Apapun memiliki konsekwensi masing-masing, termasuk Gerakan Kampung Membaca. Setelah melalui beberapa kegiatan atau yang sering kami beri nama episode, gerakan ini kami rasakan membutuhkan tenaga dan waktu yang cukup ekstra. Tapi hal itu tak membuat kami patah semangat. Sebisa mungkin, sejauh ini kami berusaha istiqomah. Karena sungguh dalam setiap langkah kami terus menanam harap, semoga waktu dan tenaga yang kami keluarkan akan berbanding lurus dengan hasilnya, yakni meningkatnya budaya baca.
Selain waktu dan tenaga, hal lain yang sangat mendukung suksesnya sebuah kegiatan, tentu saja adalah mahluk yang bernama dana. Dalam hal ini, kami masih bergerak dengan dana swadaya yang tentu tak seberapa jika dibanding dengan dana yang harus dikeluarkan oleh lembaga-lembaga tertentu pada kegiatan seminar pentingnya membaca yang dilaksanakan di gedung-gedung tinggi.
Dalam kegiatan Gerakan Kamung Membaca, secara tenaga dan pemikiran kami tak perlu membutuhkan IO. Untuk menanggulanginya, selain mengandalkan barisan relawan Komunitas Ngejah, kami juga didukung oleh mahasiswa dan pemuda yang memiliki kesamaan dalam pemikiran, meyakini bahwa gerakan literasi itu penting. Mereka mahasiswa dan pemuda yang sadar bahwa orasi saja tak cukup untuk merubah masyarakat negeri ini menjadi cerdas. Mereka yang merasa terpanggil, kemudian datang dan mendermakan waktu serta tenaganya. Tak hanya itu, sesekali urusan transportasi pun ada pihak yang sengaja datang untuk membantu, seperti pada kegiatan GKM edisi Trooper Nusantara.
Kami datang dan berbaur dengan anak-anak dan masyarakat. Bergembira bersama. Bermain dan tentu saja membaca bersama. Bukan hanya itu, kami pun dapat merekam potensi, menikmati jalanan superduper acak-acakan serta begitu daruratnya fasilitas pendidikan yang ada di beberapa kampung yang kami kunjungi. Khusus saat kami menemukan sekolah yang masih acakkadut, kami kerapkali saling memandang dengan sesama relawan, lalu berbisik “ini Pulau Jawa, bagaimana dengan Papua ya?” Tapi tentu saja hanya mampu berbisik dan menahan sesak di dada. Karena kami tak bisa apa-apa. Hanya bisa menggendong beberapa buku, menyimpan satu atau dua rak buku di kampung tersebut.
Tak cukup sekali kami kunjungi kampung tersebut. Lagi dan lagi kami berkunjung. Menggelar acara yang sama sambil berdiskusi dengan tetua kampung. Mengajak diantara mereka untuk mendermakan waktu dan tenaganya untuk mengelola pojok baca. Setelah adanya orang yang bersedia menjadi relawan pengelola Pojok Baca, satu atau dua rak beserta 100-300 buku kami simpan di posyandu, madrasah, warung atau rumah penduduk. Pada perkembangannya, silaturahmi kami lakukan baik dengan cara datang langsung atau melalui media komunikasi. Tentu saja tak semuanya berjalan mulus sesuai dengan harapan. Meski begitu, secara umum di setiap kampung yang menjadi sasaran GKM dan Pojok Baca kami melihat adanya peningkatan budaya membaca. Setidaknya, hal itu ditandai dengan keberadaan beberapa anak dan remaja yang menunjukan sikap antusias ketika kami datang. Menanyakan buku apa yang ada dalam tas atau kardus yang kami bawa, atau ada juga pengelola pojok baca yang kemudain mengeluh, saat kami berkunjung kembali atau mengirimkan pesan singkat melalui sms “Anak-anak sudah bosan dengan buku yang ada di pojok baca, bisa ada tambahan atau diganti dengan buku baru tidak?” Hal lain yang membuat kami bergembira adalah ketika ada tetua kampung yang kampungnya belum kami kunjungi, sengaja datang menghubungi dan meminta kami untuk datang ke kampungnya dan menggelar Gerakan Kampung Membaca.
Ah ini sekedar gerakan kecil. Tentu saja sekedar ikhtiar pelengkap dari gerakan-gerakan literasi yang dijalankan oleh pemerintah melalui berbagai ruang. Sinergis… Bergerak…bergerak…bergerak.*** NTA (Presiden Komunitas Ngejah)
0 comments:
Post a Comment