Monday, May 2, 2016

Selfie Bareng Buku sebagai Puncak Kegiatan World Book Day

selfiSabtu 23 April 2016, merupakan hari keempat bagi para pelajar yang tiada lain merupakan anggota Komunitas Ngejah, berkumpul di saung  untuk belajar labelling buku, membuat kategorisasi, menyampul atau mengganti sampul buku dengan dibimbing oleh Budi Iskandar, salah seorang pengurus Taman Baca AIUEO Komunitas Ngejah. Ya, kegiatan tersebut dilaksanakan sejak tanggal 20-23 April 2016.  Kegiatan tersebut, diniatkan sebagai rangkaian acara menyambut World Book Day. “Menumbuhkan rasa cinta dan memuliakan buku pada jiwa kita semua, adalah salahsatu tujuan kegiatan ini. Jangan hanya mencerap ilmunya, tapi harus mau memeliharanya juga. Semakin panjang uisa buku, semakin banyak orang yang bisa membacanya dan tentu saja merasakan manfaatnya” Tutur Budi Iskandar koordinator kegiatan pada awal acara.


Sejak dua tahun terakhir kegiatan serupa terus dilakukan di TBM AIUEO Komunitas Ngejah. Pun tahun ini. Sesuai hasil kesepakatan pengurus, World Book Day akan diperingati dengan bentuk mengajak anggota terutama pelajar untuk mencintai dan memuliakan buku melalui aneka ragam kegiatan. Jika tahun-tahun sebelumnya World Book Day hanya diperingati dengan cara  belajar bersama membuat kategorisasi, memberi label, serta menyampul buku, tahun ini ada penambahan menu acara yakni ngobrol santai seputar sejarah buku dan Selfie Bareng Buku sebagai puncak kegiatan yang diselenggarakan pada tanggal 23 April.


Sebagai puncak kegiatan World Book Day, hari itu, sekitar pukul 13.00, beberapa orang relawan dan pelajar memenuhi ruang sekretariat Komunitas Ngejah. Mereka  terlihat sangat serius bercakap-cakap dengan Budi selaku kooordinator acara, membincang seputar pilihan buku untuk acara Selfi Bareng Buku. Selang beberapa menit, kemudian saya mengajak mereka untuk berkumpul di Saung. Setelah membacakan Basmallah bersama-sama, saya sedikit mengulas tentang lahirnya World Book Day. Sebagian besar peserta yang terdiri dari para pelajar beberapa sekolah yang berada di Kecamatan Singajaya, rupanya baru tahu bahwa ada Peringatan Hari Buku Sedunia.


Kemudian Budi Iskandar tampil ke depan untuk menceritakan isi noveNegeri 5 Menara. “Novel ini sangat menggugah, apalagi buat para pelajar. Ada banyak pesan di dalamnya. Negeri 5 Menara adalah Novel karya Ahmad Fuadi alumni Pondok Madani Gontor. Tentu saja apa yang ditulis oleh Ahmad Fuadi tersebut, terinspirasi dari pengalamannya sendiri selama mondok. Oiya Novel ini terbit 2009, bahkan sekarang sudah difilmkan. Mungkin kawan-kawan juga pernah ada yang nonton ya? Isi cerita dalam novel ini yaitu kisah tentang kehidupan 6 santri dari 6 daerah yang berbeda menuntut ilmu di Pondok Madani Gontor. Mereka jauh dari rumah. Namun berkat kegigiihannya belajar, mereka berhasil mewujudkan mimpinya masing-masing. Tokoh utama dalam novel ini adalah Alif Fikri Chaniago dari Maninjau Raja Lubis dari Medan, Said Jufri dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep Atang dari Bandung dan Baso Salahuddin dari Gowa. Bagi yang belum membacanya, saya merekomendasikan novel ini untuk kawan-kawan baca”  Tutur Budi. Setelah menceritakan isi novel tersebut. Kemudian Budi foto bareng degan buku ditemani kawan peserta kegiatan lainnya. Hal yang sama dilakukan oleh beberapa orang pelajar, pun para relawan Komunitas Ngejah. Beberapa diantaranya, Dewi Sartika gadis asal Palembang keturunan Jawa, yang menimba ilmu di SMAN 20 Garut, ia menceritakan isi novel Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia dengan cukup detail. Ada juga Rini yang menceritakan isi buku Musafir Cinta karya Taufiqurrohman Al-Azizi. Hal yang unik dari cara Rini bercerita adalah, gayanya yang seperti bermonolog. Selain tiga orang di atas ada beberapa orang peserta lainnya yang tampil menceritakan isi buku yang pernah di bacanya.


Sesi diskusi diisi oleh Deri Hudaya. Deri mengatakan bahwa literatur yang membahas sejarah buku sangat beragam dengan mengusung bukti dan pembenarannya sendiri-sendiri. Ada yang menunjukkan korelasi dan ada juga yang sama sekali sulit dihubungkan. Akan tetapi catatan-catatan sejarah yang sering kali simpang siur itu menjadi daya pikat yang merangsang keingintahuan kita untuk tak henti-henti menelusurinya. Salahsatu bagian yang disampaikan oleh Deri dengan merujuk beberapa sumber, adalah sebagai berikut:


Pada awal perkembangannya, buku hanya dimiliki kelas masyarakat tertentu, seperti bangsawan, tabib, pendekar, rohaiawan, penyair, atau cendikiawan. Hal itu disebabkan karena buku masih mahal dan langka, membutuhkan proses panjang dalam pembuatannya, di mana penyalinan buku masih harus dilakukan dengan teknik tulis tangan, dan penyalinnya mesti menguasi teknik-teknik seni yang matang. Kepemilikannya mengidentifikasikan kasta atau status sosial yang membuat pemiliknya mendapat penghormatan khusus dari khalayak. Produksi buku meningkat luar biasa setelah J. Gutenberg memperkenalkan teknik cetak pada abad ke-15 (Fuad Hasan, 2004: XIV). Revolusi ini melahirkan reproduksi mekanis yang mengundang rekasi keras antara pro dan kontra, karena di satu sisi memberi manfaat praktis, di sisi lain mengikis habis aura buku itu sendiri sebab tidak lagi dikerjakan oleh tangan ahli yang menguasai teknik-teknik seni. Namun pada perkembangannya, pro dan kontra itu dilupakan. Buku mulai menjadi komoditi umum dan sejalan dengan itu makin kentara pengaruhnya sebagai sarana informatif dan edukatif. Makin banyak ragam pengetahuan yang beredar melalui buku. Makin laju pula proses pencerdasan dan pencerahan yang terjadi pada warga masyarakat yang bersangkutan  (Fuad Hasan, 2004: XV).


Sebelum rangkaian kegiatan puncak peringatan Hari Buku Sedunia diakhiri, Ngejah Junior asuhan Vita Sizu tak mau ketinggalan untuk tampil. Mereka diwakili oleh Naba dan Meilla tampil membacakan puisi yang diiringi petikan gitar Ruli Lesmana. Kedua anak ini terlihat begitu ekspresif membacakan puisi yang berjudul Bambu Runcing. *** NTA




 

0 comments:

Post a Comment

Copyright © 2014 Jejak Literasi | Designed With By Blogger Templates | Distributed By Gooyaabi Templates
Scroll To Top