Sunday, June 28, 2015

Gerakan Kampung Membaca Spesial Ramadan di Pasirwaja

[caption id="attachment_2489" align="alignleft" width="300"]IMG_0625 Game konsentrasi dipimpin oleh Iwan Ridwan[/caption]

Bagi bangsa Indonesia, tradisi membaca sesungguhnya memiliki legitimasi historis. Para tokoh pendiri Republik ini adalah sosok-sosok yang memiliki kecintaan luar biasa terhadap buku. Soekarno, Hatta, Tan Malaka, dan tokoh lainnya adalah tokoh-tokoh yang kutu buku. Mereka besar bukan sekadar karena sejarah pergerakan politiknya, tetapi mereka juga dikenal karena kualitas intelektualnya yang dibangun melalui membaca buku. Sampai-sampai, hampir setiap founding fathers republik ini selalu menyertakan buku setiap kali mereka harus melalui masa pembuangan. Tan Malaka dalam bukunya yang berjudul Madilog memberikan pengakuan "saya menjalankan pembuangan yang pertama, yaitu dari Indonesia, pada 22 Maret 1922, saya cukup diiringi oleh buku, walaupun tiada lebih dari satu peti besar". Pengakuan tersebut tentu saja karena Tan Malaka memahami betul bahwa bukan hanya perut yang harus diisi, melainkan juga kepala.




[caption id="attachment_2491" align="alignleft" width="200"]Nonton Film Nonton Film Kisah Nabi Musa dan Khidir[/caption]

Kesadaran tentang pentingnya membaca buku juga jelas terlihat pada Wapres pertama republik ini, yaitu Mohammad Hatta. Mohammad Hatta yang dikenal sebagai seorang kutu buku,menjadikan buku sebagai mas kawin yang dipersembahkan kepada sang istri, Rahmi Rachim. Hingga akhir hayat, sedikitnya 10 ribu buku telah dikoleksi dan hingga kini tersimpan rapi di perpustakaan pribadinya di Jalan Diponegoro Nomor 57, Jakarta Pusat. Tempat itu juga menjadi kediaman sang proklamator kala masih hidup. Sayangnya tradisi membaca yang telah ditunjukkan oleh para founding fathers kita sepertinya tidak terwariskan dengan baik kepada masyarakat Indonesia. Hal ini terbukti dengan berbagai hasil penelitian yang menyatakan bahwa tingkat membaca masyarakat Indonesia masih rendah. Tentu saja kondisi ini bukan tanpa alasan. Selain perpustakaan-perpustakaan yang belum merata di setiap daerah, lembaga yang konsen untuk melakukan dakwah tetang pentingnya membaca pun belum begitu banyak. Kalau pun ada, itu masih terpusat di wilayah perkotaan.


Berdasarkan kondisi di atas, saya dan beberapa kawan, kaum muda yang tergabung dalam ikatan silaturahmi Komunitas Ngejah mencoba menyingsingkan lengan baju, melakukan gerakan, dakwah tentang pentingnya membaca buku. Mula-mula mengumpulkan buku, baik buku pribadi ataupun dari donatur. Kemudian melakukan kampanye melalui berbagai kegiatan, salahsatunya dengan aksi Gerakan Kampung Memabaca. Hampir setiap akhir pekan kami mengunjungi kampung-kampung yang tersebar di Kecamatan Singajaya dan sekitarnya. Membawa buku, mengajak anak-anak dan masyarakat sekitar untuk membaca. Hal ini kami lakukan, karena meyakini buku hanya sekumpulan kertas yang dibundel menjadi satu, tak bermanfaat apa-apa, jika tidak dibaca. Perlu kegiatan-kegiatan yang menarik yang setidaknya menjadi jembatan perkenalan antara anak-anak dan masyarakat dengan buku. Selepas itu, perkenalan tersebut harus terus dipelihara hingga mereka benar-benar sadar bahwa membaca adalah kebutuhan.


Gerakan Kampung Membaca #33 (Spesial Ramadan)




[caption id="attachment_2490" align="alignleft" width="300"]Ruli Lesmana membimbing anak-anak usia SMP dalam kegiatan membaca bersama Ruli Lesmana membimbing anak-anak usia SMP dalam kegiatan membaca bersama[/caption]

Jauh-jauh hari sebelum Ramadan tiba, di sekretariat, kami menyusun rencana untuk melakukan Gerakan Kampung Membaca spesial Ramadan. Konsep GKM Ramadan sedikit berbeda. Hal itu terletak pada dongeng dan film yang kami putar yang lebih bercorak islami. Iwan Ridwan selaku koordinator ditemani beberapa kawan, segera melakukan survey lokasi. Kemudian, disepakati bersama bahwa GKM pertama pada bulan Ramadan, atau GKM ke-33 jika dihitung dari awal kegiatan, akan dilaksanakan di Kampung Pasirwaja Desa Sukawangi Kecamatan Singajaya. Hari ini, Minggu  28 Juni 2015, kami sudah berkumpul mulai pukul 12.45. Kemudian melakukan persiapan, menyusun skenario kegiatan, serta merapikan buku ke dalam tas, infokus, laptop, serta beberapa perlengkapan lainnya. Tepat pukul 13.00, empat kendaraan roda dua meninggalkan saung Komunitas Ngejah. Menyusuri jalan berkoral. Kecuali Dede Rofi, semua relawan memutuskan untuk menyimpan motor di Kampung Ci Campaka. Hal ini karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan untuk kami lewati. Sekiat 10 menit kami jalan kaki menuju Madrasah Kampung Pasirwaja yang dikelola Ajengan Iin bersama Ustd. Elis, sang istri. Sesampainya di lokasi, saya melihat Ustadah Elis sedang ngawuruk anak-anak usia SD di salahsatu ruangan rumahnya, sedangkan Ajengan Iin ngawuruk anak-anak usia SMP dan SMA di madrasah. Kami pun menunggu kegiatan pengajian selesai di rumah Ajengan Iin, sambil bercakap santai.




[caption id="attachment_2492" align="alignleft" width="300"]Ai membimbing anak-anak usia SD untuk membaca Ai membimbing anak-anak usia SD untuk membaca[/caption]

Pukul 15.15, setelah Sholat Ashar berjamaah, kegiatan Gerakan Kampung Membaca pun dimulai. Sekitar 70 anak-anak dan remaja Pasirwaja bersiap mengikuti kegiatan di madrasah. Saya memberikan sedikit pengantar. Mengajak anak-anak berdiskusi tentang pentingnya membaca, mengulas makna saum dan menyampaikan dongeng tentang Qorun. Kegiatan ini disusul dengan nonton film tentang kisah Nabi Musa dan Khidir. Pada bagian ini, peserta GKM terlihat semakin antusias. Hal ini mungkin menurut ukuran merekan film yang kami putar cukup menarik, selain itu karena mereka jarang bisa nonton film melalui layar infokus. Sesi salanjutnya, diisi oleh Roni, Ai dan Iwan Ridwan. Secara bergantian mereka memimpin anak-anak larut dalam sebuah permainan konsentrasi. Anaka-anak diajak bergerak, mengikuri instruksi para relawan. Kegiatan inti, sebagai puncak acara adalah membaca bersama. Semua relawan ikut membimbing anak-anak untuk membagi kelompok. Ada kelompok SD kelas rendah yang dibimbing oleh Ai, SD kelas Tinggi dibimbing oleh Dede dan Iwan, dan usia SMP ke atas dibimbing oleh Ruli dan Roni. Kegiatan membaca berama berlangsung sekitar 40 menit. Pukul 17.30 kami memutuskan untuk mengakhiri kegiatan dengan doa dan photo bersama. Kami pun pulang dengan riang, dengan membawa harapan semoga ikhtiar sederhana ini bermanfaat bagi peningkatan budaya membaca, khususnya di sekitar kampung halaman kami, umumnya di Republik Indonesia tercinta.***NTA


0 comments:

Post a Comment

Copyright © 2014 Jejak Literasi | Designed With By Blogger Templates | Distributed By Gooyaabi Templates
Scroll To Top