Membangun minat baca tidak semudah membalikan telapak tangan. Tidak bisa hanya dilakukan dengan berceramah di hadapan sehimpunan orang tentang pentingnya membaca, menyodorkan buku, lalu mereka dengan segera mau membaca. Ada banyak ragam cara yang harus ditempuh, dengan mempertimbangkan latar belakang masyarakat, orang-orang yang akan kita gugah kemauan dan kemampuan membacanya. Dalam hal ini saya akan mencoba sedikit bercerita mengenai salah satau cara yang kami tempuh guna meningkatkan minat baca remaja-remaja (pelajar SMP dan SMA) yang ada di lingkungan Kampung Sukawangi, sebagaimana pengalaman yang kami lakukan di Komunitas Ngejah.
Sebelum kami (Komunitas Ngejah) menyampaikan tentang pentingnya membaca, hal yang saya anggap penting adalah bagaimana agar terjalin hubungan komunikasi yang baik antara mereka para remaja dengan kami pengurus Komunitas Ngejah sebagai pihak yang mencoba melakukan kampanye budaya membaca. Dalam hal ini, maka secara tidak langsung kami harus mengundang mereka untuk mau berkunjung ke saung, meski untuk beberapa pertemuan mungkin bukan untuk membaca. Kesempatan kehadiran mereka di saung, pada perkembangannya adalah potensi bagi kami untuk bisa terkoneksi dengan mereka, melakukan percakapan ringan tentang banyak hal, salah satunya tentang sekolah atau tentang aktivitas mereka sehari-hari. Undangan yang saya maksud adalah bukan dengan mengirimkan sepucuk surat undangan, namun dalam hal ini mengundang mereka secara tidak langsung, bagaimana caranya supaya mereka tergerak untuk datang ke saung baca dengan kesadaran sendiri, sekali lagi saya tegaskan meskipun kehadiran mereka di saung untuk beberapa pertemuan, mungkin bukan untuk membaca.
Salah satu trik yang coba kami terapkan untuk mengundang mereka secara tidak langsung tersebut adalah dengan menyediakan alat musik, berupa gitar dan beberapa jimbe. Trik ini saya ambil, selepas melihat adanya ketertarikan di antara mereka para remaja di sekitar kampung Sukawangi untuk belajar bermain gitar. Jika pada waktu sekolah, kebanyakan di antara mereka belajar bermain gitar dengan menggunakan fasilias sekolah, namun selepas pulang sekolah biasanya mereka harus meminjam kepada teman-teman lainnya di luar kampung, itu pun jika kebetulan si empunya gitar memberi pinjaman, jika tidak, maka mereka terpaksa harus melunasi keinginannya bermain gitar, esok hari setelah masuk sekolah.
Kondisi ini memberikan peluang bagi saya untuk membangun komunikasi dengan mereka. Dengan demikian, maka sengaja saya sediakan sebuah gitar dan beberapa jimbe di saung. Gayung bersambut. Benar saja, selepas adanya gitar dan jimbe, mereka para remaja hampir setiap sore datang ke saung, tentu bukan untuk membaca melainkan untuk main gitar. Setelah minta izin, biasanya mereka, sekelompok remaja tersebut akan mengisi kegiatan sore hari dengan main gitar dan jimbe, sambil nyanyi di saung baca Komunitas Ngejah. Kesempatan ini lalu kami jadikan ruang untuk sedikit demi sedikit berkomunikasi dengan mereka. Mula-mula, tentu bukan bercakap tentang pentingnya membaca, namun sebagaimana saya singgung di atas, pokok pembicaraan kami arahkan pada hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan di sekolah atau aktivitas sehari-hari yang mereka jalani. Dari sekelompok remaja tersebut, biasanya ada beberapa orang yang tertarik untuk curhat tentang pelaran-pelajaran di sekolah yang mereka anggap susah. Jika percakapan sudah mengerucut kepada wilayah pelajaran, ini menjadi kesematan emas bagi kami untuk memulai mempengaruhi mereka agar mau membaca. Pada kesempatan ini, biasanya di antara kami (pengurus komunitas ngejah) mencoba menjelaskan pada mereka, bahwa selain mencoba mencintai pelajaran yang mereka anggap susah, akrab dengan guru supaya bias melakukan diskusi di dalam dan di luar kelas, hal yang sangat penting untuk memecahkan masalah pelajaran tiada lain adalah dengan membaca. Biasanya perbincangan akan melebar pada hal-hal lain yang tentunya berkaitan dengan membaca, seperti manfaat dan keasiikan membaca, serta ragam bacaan yang bias dinikmati. Tentu cara ini tidak langsung manjur untuk menggugah mereka untuk mau membaca, namun setidaknya saya melihat usaha ini menjadi alternatif untuk menggugah dan meningkatkan perkembangan minat membaca pada mereka.
Hasil pengamata saya, usaha yang kami lakukan terkait trik yang telah saya urai di atas, pelan-pelan menuai hasil. Hal ini terekam pada sebuah peristiwa, pada suatu sore. Ya, sore itu, ketika saya sedang duduk santai, menikmati teh dan sebuah buku, tiba-tiba Rizal, Kakang, Dani, Kholik dan beberapa orang kawannya datang ke saung. Pada awallnya, saya anggap kedatangan mereka ke saung sekedar untuk bermain musik. Namun, setelah saya perhatikan secara diam-diam, beberapa di antara mereka ternyata sudah mulai mau membuka dan membaca buku sambil mendengarkan lagu yang diiringi petikan gitar dan jimbe, yang dimainkan oleh teman-temannya.
Opik (Ketua Komunitas Ngejah)
0 comments:
Post a Comment