Monday, January 21, 2019

NEW

Sebagai tindak lanjut dari Gerakan Kampung Membaca yang diteruskan dengan pembuatan Pojok Baca, kini Komunitas Ngejah mencoba menggulirkan gerakan baru dengan nama Pojok Baca Bermading. Ya Mading atau Majalah Dinding. Mading merupakan media sederhana yang diperuntukkan untuk memajang informasi dalam bentuk tulisan atau gambar. Sejak awal berdiri Komunitas Ngejah sudah mencoba intim dengan Mading. Dii halaman depan saung Komunitas Ngejah dan beradap-hadapan dengan jalan raya Surapati kami memajang mading. Jika Mading Komunitas Ngejah yang diberi nama Mading Balarea merupakan Mading statis yang ditempel pada tembok dinding tebing, Mading yang kami sebar ke Pojok Baca berbeda. Mading ini bentuk dan ukurannya menyerupai papan tulis dengn bahan dari spon yang ditempel pada triplek yang cukup tebal, dan sisi-sisinya dikuatkan dengan kayu cemped. Jadi, Mading yang kami sebar ke Pojok Baca gampang untuk dipindahkan, karena ringan dan tak terlalu besar. Kenapa kami gulirkan gerakan Pojok Baca bermading? Ini untuk memberi ruang bagi angota Pojok Baca menampung karya mereka, seperti gambar, puisi, sisindiran, kaligrafi, atau kata-kata mutiara yang mereka kutip dari buku, hadits yang mereka pindahkan dari kitab, dan karya lainnya. Dengan adanya Mading, mungkin juga pengelola Pojok Baca bisa memuat informasi dalam bentuk tertulis, misal jadwal layanan membaca, atau informasi lainnya. Kini sudah ada tiga Pojok Baca yang kami lengkapi dengan Mading, yaitu Pojok Baca Babakanlalay di Desa Mekartani dan Pojok Baca Pasirwaja serta Alkawakib di Desa Sukawangi Kecamatan Singajaya.***NTA

POJOK BACA BERMADING

Read More

Saturday, May 19, 2018




Mereka yang Terbang Mencari Ilmu dan Pengalaman

“Tuntutlah ilmu walau sampai ke Negeri Cina” Terlepas dari shahih tidaknya hadits tersebut, akan tetapi banyak orang yang juga menyandang sebutan Ajengan menggunakan haduts ini untuk memotivasi murid-muridnya untuk terus belajar, meski mendapat rintangan, salahsatunya harus rela tinggal jauh dari rumah dan keluarganya.  Sekali lagi tanpa menyoal apakah hadits ini shahih atau tidak? Saya mamaknai hadits tersebut adalah sebuah penegasan bahwa betapa pentingnya ilmu, sampai-sampai kita harus rela mencarinya ke negeri nun jauh di sana. Sebagai bentuk setuju akan hadits di atas, .sejak awal Komunitas Ngejah berdiri, saya kerap bepergian bersilaturahmi dengan berbagai komunitas untuk mencerap ilmu dan pengalaman. Hal itu kemudian saya tularkan juga kepada para relawan dan anggota Komunitas Ngejah. Setiap kali ada kesempatan untuk bergabung dalam forum yang memungkinkan memberi suntikan ilmu saya selalu mencoba mengarahkan teman-teman relawan dan anggota Komunitas Ngejah untuk mengikutinya. Pada awalnya, kami hanya pergi ke luar kota atau melintasi satu dua kota. Pada tahun 2012 kami mengirim puluhan anggota Komunitas Ngejah untuk ikut menjadi bagian kegiatan Festival Film Tasikmalaya, lalu tahun 2013 pergi ke Rumah Dunia Banten untuk bergabung dalam kegiatan Festival Literasi Indonesia. Kini kebiasaan untuk mencari ilmu dan pengalaman ke luar kota, ke luar pulau, bahkan luar negeri semacam menjadi kebiasaan relawan Komunitas Ngejah. Jika pada awalnya kami kerap merogohkocek sendiri, kini kehadiran kami sebagian besar atas undangan baik pemerintah atau komunitas lain, oleh karena itu kepergian kami sering gratisan. Beberapa nama yang pernah bergabung dalam kegiatan di luar kota, luar pulau bahkan luar negeri, beberapa diantaranya adalah Novia dan Khatami pernah ikut kegiatan rembuk remaja nasional yang diselenggarakan yayasan kampung halaman di Bandung. Lalu Novia seorang diri mengikuti kegiatan workshop tenaga literasi yang digelar Badan Bahasa di Jakarta. Yuni pernah mengikuti workshop yang digelar Bapusipda Jawa Barat selama satu minggu penuh di Bandung. Sidik Susanto bersama Ruli Lesmana pernah pergi ke Yogya untuk bergabung dalam kegiatan workshop pengembangan kampung literasi di Yogya. Selain itu Ruli pernah terbang ke Singapura untuk terlibat dalam kegiatan resdensi menulis, dan merapat ke Padang untuk mengikuti residensi pegiat literasi di Tanah Ombak. Roni Nuroni pernah terbang ke Jambi untuk mewakili lomba pengelola TBM, pergi ke Singapura untuk pelatihan menulis dan kembali terbang ke provinsi paling timur Indonesia untuk berbagi pengalaman dalam melaksanakan kegiatan Gerakan Kampung Membaca. Budi Iskandar pernah terbang ke Palu untuk mendampingi Syifa mengikuti kegiatan yang digelar Badan Bahasa, juga terbang ke Singapura dalam acara residensi menulis. Di luar itu mereka dan beberapa nama lainnya, terlibat beberapa kegiatan lain. Tentu saja setiap mereka pergi, saya berharap akan ada tambahan ilmu dan pengalaman yang mereka dapatkan dan kemudian menjadi amunisi dalam melanjutkan gerakan melalui wadah Komunitas Ngejah. Semoga peluang untuk terus berjejaring dengan dunia luar semakin terbuka lebar.*** NTA

Mereka yang Terbang Mencari Ilmu dan Pengalaman

Read More

Tuesday, May 15, 2018


Gerakan Kampung Membaca (GKM) memasuki episode ke 74, bersama Alam, salah satu pemuda yang ingin menumbuhkan minat baca anak-anak di kampungnya kini Komunitas Ngejah berkolaborasi. Setelah melalui obrolan panjang bersama. Hari ini adalah aksi yang kami lakukan (Sabtu, 07 April 2018).

Cuaca hari ini cerah. Tuhan mendukung kami untuk melakukan perjalanan menjumpai anak-anak di kampung yang berada di wilaya Desa Singajaya, Kecamatan Singajaya, Kabupaten Garut. Kampung Pinangraang namananya. Salah satu kampung yang berada jauh diperbukitan Desa Singajaya. Meski kampung ini berada jauh dari peradaban Kota Kecamatan, namun jumlah penduduknya cukup padat.
Tiga puluh menit adalah waktu yang kami gunakan untuk sampai ke lokasi GKM. Pukul 13.30 WIB kami sampai. Anak-anak sudah menungu, mengerubuni rumah Alam yang berada tepat dipingir jalan utama kampung tersebut. Kami tidak membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi dengan anak-anak di kampung ini, pun mereka , menyambut antusias kedatangan kami dengan senyum dan sapa hangat.

Personil relawan GKM ke 74 cukup banyak diantaranya: Roni (bendahara KN), Ruli (Sekretaris KN), Ibda (Mahasiswa UNPAD), Elis (Alumni IAIN Cipasung), Yuni (relawan dan Pengurus KN), Ajis (Ngejah Junior), Aida ( Siswa SMK RH), Sifa (pendongeng cilik KN) serta Ka Budi (pendongeng KN). Masing-masing dari kami, memiliki tugas yang berbeda di setiap sesi GKM. Dan ada juga relawan yag sudah siap dilokasi, untuk membantu selama kegiatan berjalan.
Kegiatan GKM berjalan seperti biasa. Kami melaksanakan kegiatan di luar ruangan, sehingga antusias yang hadir tidak hanya dari peserta, tapi juga datang dari para orang tua yang sekedar melihat kegiatan GKM berlangsung.
Pembukaan kegiatan GKM dipimpin Roni dengan hidmat, semua peserta mendengarkan dengan seksama. Memasuki giliran kegiata permainan yang merupakan salah satu kegiatan yang dinanati dalam GKM. Permainan dipimpin oleh tiga relawan sekaligus; Ai, Yuni, dan Elis. Semua peserta ikut hanyut, bernyanyi melampaikan tangan dan saling sapa “hai, haloo”
Suasana semakin akrab saat peserta mendengarkan dongeng dari kak Syfa dan kak Budi. Tidak lupa boneka Sam dan Syima ikut terlibat didalamnya. Tawa lepas terjalin begitu akrab. Sehingga kami dengan mudah mengajak seluruh peserta agar terlibat aktif selama kegiatan berlangsung.
Memasuki agenda wajib atau agenda inti dari GKM. Membaca, ya ini adalah tujuan akhir dari kegiatan GKM. Peserta diberikan waktu 30 menit sampai 1 jam untuk membaca bersama dengan suara nyaring. Selepas membaca beberapa diantaranya diperkenankan untuk tampil kedepan, menyampaikan isi dari bahan bacaan yang sudah dibaca. Namun jika sudah tampil di depan dan mereka gugup maka diganti dengan Tanya jawab atau hal lainnya, kegiatan ini kami namai sebagai sesi tantangan. Tujuannya adalah untuk mengecek kemampuan peserta dalam memahami bahan bacaan yang sudah dibaca.
Kegiatan dari awal sampai akhir berjalan dengan sempurna. Saatnya kami kembali ke rumah-masing. Jabatan tangan adalah salat satu rutinitas sebelum kami pulang. Pserta menyalami kami semu, pait, lalu pulang, dengan berbagai ekspresi.

Gerakan Kampung Membaca (GKM) memasuki episode ke 74

Read More

Sunday, March 18, 2018


Apa itu TBM? TBM adalah kependekan dari Taman Bacaan Masyarakat, sebuah ruang yang mengambil peran menyediakan bahan bacaan serta melakukan kampanye membaca dan melakukan ragam kegiatan literasi. Dahulu, TBM lebih dikenal sebagai salahsatu program yang ada di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM.  Seperti perpustakaan di sekolah, begitulah fungsi TBM di PKBM, waktu itu.

Seiring bergulirnya waktu, kini tumbuh dan mulai membiak TBM yang berdiri sendiri atau sering disebut dengan nama TBM mandiri. Secara umum tumbuhnya TBM mandiri berasal dari kesadaran masyarakat, karena melihat adanya masalah ihwal rendahnya budaya baca. Dalam hal ini para pendiri TBM bergerak mengumpulkan bahan bacaan baik cetak maupun digital lalu melakukan serangkaian kampanye untuk menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca. Bahkan sebagain TBM sudah mulai bergerak melakukan kampanye bidang literasi lainnya, melalui ragam kegiatan seperti kegiatan pelatihan jurnalistik, menulis, membuat blog, membuat video, diskusi buku, diskusi menangkal hoaks, pelatihan internet sehat, pelatihan musik, bahkan pelatihan kerajinan dan wirausaha, serta ada juga yang berhasil membuat koperasi masyakat.


Lalu apa hubungan TBM dengan ruang aktualisasi anak muda? Sebelum saya mengulas hal itu, saya akan mencoba menyampaikan pendapat terkait banyaknya anak muda yang terperosok pada pergaulan negatif. Kita tentu pernah mendengar berita tentang banyaknya anak muda yang bersekutu dengan kelompok gank motor  dan kerap berbuat prilaku yang memprihatinkan, atau menyimak berita tentang dua kelompok pelajar tawuran, bahkan akhir-akhir ini sering terdengar berita terjadinya perkelahian antar pelajar perempuan untuk memperebutkan seorang laki-laki dan kemudian sengaja diunggah pada halaman maya. Atas hal itu, saya curiga, prilaku tersebut terjadi karena dilandasi keinginan mereka untuk menunjukan eksistensi diri. Celakanya, eksistensi diri yang dibangun adalah eksistensi dengan prilaku negatif. Mengetahui akan berbagai prilaku negatif tersebut, muncul kecurigaan dalam diri saya tentang asbab yang melatar belakanginya. Saya curiga, salahsatu penyebab muasal masalah tersebut karena kurangnya ruang aktuaisasi diri untuk menunjukkan eksistensi diri yang positif. Saat keinginan untuk untuk menunjukan eksistensi diri muncul, ruang yang tersedia di sekelingnya adalah ruang negatif. Atau mungkin ruang positif yang ada tak mampu menyentuh hati mereka untuk bisa berbaur. Oleh sebab itu, maka anak muda tersebut terperosok pada ruang-ruang negatif. Dalam hal ini maka perlu upaya untuk menghadirkan ruang sebanyak-banyaknya yang memungkinkan bisa menjadi alternatif ruang aktualisasi anak muda. Dengan ragam ruang aktualisasi yang bisa mereka pilih, harapannya masalah-masalah yang sudah disinggung di atas bisa teratasi, atau setidaknya bisa diminimalisir.

Menurut hemat saya dari berbagai ruang kegiatan, TBM bisa menjadi alternatif bagi anak muda untuk melakukan aktualisasi dirinya. Pandangan ini saya dapat setelah saya mengelola Komunitas Ngejah. Saya banyak mengamati anak muda, khususnya para pelajar SMP dan SMA yang begitu tertarik ketika diajak menjadi relawan untuk menjadi panitia kegiatan atau mengisi acara. Misal pada kegiatan Gerakan Kampung Membaca, biasanya mereka kami posisikan mengisi sesi mendongeng atau menjadi pemandu jalannya sesi permainan konsentrasi. Pada kesempatan ini, saya melihat antusiasme yang lahir cukup tinggi. Lebih lanjut, ruang-ruang komunikasi diantara mereka kemudian dijadikan kesempatan berdiskusi tentang banyak hal, termasuk untuk mengidentifikasi potensi dirinya masing-masing, rencana kuliah atau rencana mencari pekerjaan. Hal lainnya, saya melihat beberapa dari mereka yang mencoba mengeksplore keterampilan dasar yang mereka dapatkan di Komunitas Ngejah. Ada yang telihat semangat mempelajari ilmu fotografi, membuat blog, video, dan belajar menulis. Lebih lanjut seiring perkembangan peran TBM yang mulai menggarap kegiatan literasi (literasi sains, literasi budaya, literasi digital, literasi kewarganegaraan, literasi keuangan) diluar kegiatan kampanye buda baca tulis, ragam kegiatan bisa dihadirkan sesuai dengan kebutuhan dan ketertarikan anggotanya, termasuk kebutuhan dan ketertarikan anak muda.

Selain itu, pada pengantar buku Teach Like Finland, saya baca bahwa salahsatu faktor yang memiliki peran penting bagi suksesnya pendidikan di Finlandia adalah karena tersedianya ruang bagi anak-anak dan kaum muda, di luar sekolah. Dalam buku tersebut tertulis, bahwa ada 100.000 asosiasi non pemerintah yang menjadi ruang anak muda di FInlandia untuk berkegiatan di luar pekerjaan dan sekolah mereka. Lebih lanjut, tertulis bahwa perpustakaan umum yang tersebar luas di sana adalah salahsatu faktor pendukung kerja sekolah dalam menolong semua anak didik menjadi sukses. Jika dikaitkan dengan masalah anak muda yang saya ungkap di atas, maka sekali lagi saya sampaikan Taman Bacaan Masyakat sangat memungkinkan menjadi salahsatu ruang anak mudak untuk mengisi kegiatannya di luar jam sekolah atau bekerja seperti halnya di Finlandia. Dan ruang ini bisa jadi menjadi jembatan bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya. NTA

TBM sebagai Ruang Aktualisasi Diri Anak muda

Read More

Monday, February 5, 2018

Dari 35 orang pegiat literasi se-Indonesia, saya merupakan salahseorang pegiat yang menerima amanah Motor Perpustakan Keliling dari Perpusnas. Akad hibah dilaksanakan langsung di Gedung Perpusnas pada tanggal 17 Januari 2018. Adalah Muhammad Syarif Bando yang langsung membubuhkan tandatangan pada lembar berita acara serah terima hibah motor pusling. Sementara saya menandatangani lembar penerimaan atas nama Ketua Komunitas Ngejah. Motor dengan Nomor Polisi B 3596 PQ beserta sebuah bok besar resmi menjadi milik Komunitas Ngejah. Meski begitu, saya tak langsung bisa mengangkutnya. Alasannya, karena saya merasa tak mampu untuk mengendarainya langsung dari Jakarta ke Singajaya (Garut) tempat di mana Komunitas Ngejah berada. Alhasil pekerjaan mengangkut motor harus saya titipkan POS. Itupun tidak sampai ke Singajaya, melainkan hanya sampai ke kantor POS Tasikmalaya. Untuk pekerjaan yang satu ini, saya harus merogoh kocek uang sekitar 1.300.000.


Tanggal 27 Januari motor Pusling yang kemudian saya beri nama Si Bebeb, baru bisa sampai di Saung Komunitas Ngejah, atas bantuan Ustad Asep Ahmad Yusuf. Beliau langsung mengendarainya dari Tasikmalaya. Sesampainya di saung, kemudian saya cek kondisi motor dan stelan bok. Menurut pengamatan saya dan beberapa orang teman, kondisi stelan bok harus mendapat perbaikan. Stelan bok yang terlalu belakang akan menyebabkan motor tidak seimbang. Akhirnya saya memperbaiki stelan bok di tempat las terdekat yang ada di kampung. Pada hari yang sama dengan memperbaiki stelan bok, Si Bebeb menunaikan kerja perdananya. 28 Januari 2018, saya dan Sembilan orang relawan Komunitas Ngejah mengunjungi Kampung Babakanlalay Desa Mekartani Kecamatan Singajaya dalam rangka kegiatan Gerakan Kampung Membaca. Pengurus sekaligus relawan Komunitas Ngejah yang kemudian menjadi motoris Si Bebeb adalah Roni Nuroni. Jalan licin karena dibasahi gerimis tak membuat Roni berkeluh kesah mengendalikan Si Bebeb. Ditangan Roni Si Bebeb bisa sampai kelokasi GKM 73 serta kembali dengan selamat. Antusias anak-anak peserta GKM juga terlihat bagus, salahsatunya karena keberadaan Si Bebeb yang disertai bok berisi buku-buku cerita bergambar yang mereka sukai.***NTA

SI BEBEB DAN KERJA PERDANANYA

Read More

Saturday, February 3, 2018



http://www.komunitasngejah.org/2018/01/26/5844/amp/ Sejak November 2010, Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia di UNESCO. Sebagai masyarakat Jawa Barat, dimana musik angklung lahir dan berkembang tentu kita memiliki keharusan mengetahui tentang apa itu musik angklung, lebih baik lagi jika sampai menguasai bagaimana memainkannya. Dalam hal ini Komunitas Ngejah sebagai komunitas yang mencoba konsen dalam bidang literasi mencoba bergerak memperkenalkan angklung kepada para pelajar sekitar. Hal ini sebagai salahsatu program kerja kami dalam rangka gerakan literasi budaya. Seperti yang sedang digembor-gemborkan oleh Kemendikbud, bahwa literasi budaya merupakan satu diantara enam kemampuan literasi dasar lainnya, yang harus dikuasai oleh masyarakat dalam mengarungi globalisasi. Ya, selain literasi budaya, ada literasi baca-tulis-berhitung, sains, teknologi informasi dan komunikasi (TIK), keuangan, dan kewarganegaraan. Ke enam kemampuan literasi dasar ini kami coba garap dengan segala kemampuan kami yang terbatas. Berikut ini video anak-anak ngejah junior sedang berlatih memainkan angklung dengan lagu naik-naik gunung. http://www.komunitasngejah.org/2018/01/26/5844/amp/***NTA



LITERASI BUDAYA MELALUI LATIHAN ANGKLUNG

Read More


Yoi Bray… Gerakan Kampung Membaca kembali akan digelar. Kali ini kegiatan akan kita laksanakan di Kampung Babakanlalay Desa Mekartani Kecamatan Singajaya. Di kampung ini kami sudah membuat pojok baca beberapa tahun yang lalu. Pojok baca Babakanlalay juga sudah dilengkapi dengan mading. Nah kali ini kita juga mau menyerahkan seperangkat alat marawis untuk digunakan oleh anak-anak Pojok Baca Babakanlalay. Dari mana sih uang buat beli alat marawis? Kebetulan seminggu kemarin si pengelola Pojok Baca yang jua merupakan ustad pengelola madrasah bercerita bahwa anak-anak didiknya ingin belajar marawis tapi alatnya belum punya. Jadilah kita Galang dana dengan para pendukung setia komunitas Ngejah, yang berjejaring lewat medsos. Dalam satu hari Terkumpulah uang sebesar 1.750.000 yang sekarang sudah berubah wujud menjadi alat marawis. Selain itu kegiatan GKM kali ini merupakan ajang kerja perdana “Si BEBEB”. Ahay apa sih Si BEBEB? SI BEBEB itu nama panggilan kitekite para relawan Komunitas Ngejah untuk motor Perpustakaan Keliling yang kita terima dari Perpusnas. Chayo, yang mau bergabung dengan kegiatan kami, silahkan datang hari Ahad pukul 13.00, 28 Januari 2018, ke Saung Komunitas Ngejah.
Semangat…

Gerakan Kampung Membaca 73

Read More

Copyright © 2014 Jejak Literasi | Designed With By Blogger Templates | Distributed By Gooyaabi Templates
Scroll To Top